NewsBerita - Beberapa hasil survei yang dirilis oleh lembaga survei menjelang Pemilu 2014 mendatang, dinilai sebagai salah satu alat untuk menggiring opini publik agar memilih pasangan calon tertentu atau menaikkan popularitas partai politik.
Karena itu, masyarakat diharapkan tidak perlu terpengaruh dengan hasil survei. Demikian disampaikan Peneliti Senior Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Universitas Paramadina Herdi Sahrasad. Menurut pendiri Freedom Foundation ini, lembaga survei yang ada saat ini seharusnya tidak hanya melihat popularitas seorang kandidat, legislatif maupun eksekutif, ketika melakukan survei politik. Melainkan memasukkan pula kriteria kapabilitas, integritas, dan kapasitas calon.
Pasalnya, apabila hasil survei tersebut dipublikasikan dan dikutip oleh media massa, maka hal itu dapat membentuk opini publik mengenai kandidat yang bersangkutan. Padahal, media massa merupakan ujung tombak pembawa informasi kepada masyarakat.
“Sekarang ini banyak bermunculan lembaga survei dadakan dan media masa menangkapnya karena punya empati, toleransi. Mereka menganggap, lembaga survei itu bisa serius. Jadi, hampir pasti, lembaga survei yang abal-abal akan tetap mendapat tempat di media, karena insan media punya kebajikan,” katanya di Jakarta, Minggu (20/10/2013).
Pada hakikatnya, kata Herdi, hasil survei berkaitan dengan kepercayaan. Oleh karena itu, lembaga survei yang dalam melakukan kegiatan surveinya tidak menjalankan etika survei atau lembaga survei abal-abal, maka dengan sendirinya akan terseleksi oleh alam.
“Lembaga survei abal-abal dengan sendirinya akan dicemooh, kalau hasil surveinya tidak kredibel. Jadi, meski lembaga survei tersebut baru berdiri dadakan, ada baiknya mereka tetap menjaga integritasnya. Jangan maju tak gentar membela yang bayar,” katanya.
Menurut Herdi, terkait soal kredibilitas, maka lembaga survei sebaiknya tidak hanya memperhitungkan aspek popularitas, melainkan juga visi misi, integritas atau gagasan-gagasan tokoh yang disurvei.
Herdi mengutip pernyataan politikus Amerika Serikat yang menjabat sebagai Wakil Presiden ke-45 pada masa pemerintahan Presiden Bill Clinton 1993-2001, Al Gore (Albert Arnold Gore), yang pernah mengatakan bahwa pemilihan kandidat presiden bukanlah semata kontes popularitas. Sejak pemilihan presiden diselenggarakan secara langsung, survei-survei politik pun semakin dipandang penting. Dan tak bisa dipungkiri, metode survei masih menjadi cara ampuh untuk melihat kecenderungan politik yang berkembang.
(Lik)